Pengukuran Topografi (Stake Out)
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan metode stake out, dengan
menggunakan electronic total station (ETS). Metode ini menempatkan
posisi titik-titik di lapangan berdasarkan data koordinat teoritis.
Pengukuran terikat pada titik-titik kontrol, hal ini bertujuan untuk
menjaga agar titik-titik tersebut tidak melenceng terlalu jauh dangan
koordinat teoritisnya.
Pada pengukuran lintasan baru, penentuan titik
dilakukan dengan menjadikan titik BM terdekat sebagai titik ikat.
Pengukuran arah dan jarak patok didapat dari pembacaan pada ETS yang
merupakan posisi dari stick prisma. Stick prisma ditempatkan pada posisi
sesuai dengan koordinat teoritik. Selama pengukuran kita menggunakan
tiga buah stick prisma, satu buah untuk back shoot, satu untuk fore
shoot, dan satu untuk point shoot. Back shoot dan fore shoot dalam
posisi diam sedangkan point shoot bergeser sesuai dengan titik-titik
yang ingin diukur. Setelah itu posisi fore shoot dijadikan sebagai
posisi ETS, atau biasa disebut dengan sentring paksa. Sedangkan posisi
ETS sebelumnya dijadikan posisi back shoot.
Data yang diambil adalah
berupa jarak miring, karena dari jarak miring kita bisa memperoleh
ketinggian. Dilakukan pengukuran azimut matahari minimal sebanyak satu
kali pada awal atau akhir pengukuran. Tujuan pengamatan azimut adalah
untuk mengontrol koreksi pengukuran pada hari itu.
Stake out
koordinat merupakan kegiatan utama di lapangan pada survei topografi.
Pada pekerjaan ini digunakan alat Sokkia SET303R, di mana alat ini
digunakan untuk menentukan titik-titik trace dan shoot point di lapangan
yang datanya bersumber dari koordinat teoritik. Selain itu ditentukan
juga elevasi dari MSL untuk titik-titik trace dan shoot point. Biasanya
untuk membedakan antara trace dan shoot point digunakan patok yang
berbeda. Untuk trace patok yang digunakan adalah berwarna biru sedangkan
untuk sp patoknya berwarna merah.
Selanjutnya
untuk start dan ending koordinat line sudah ditentukan oleh client,
kemudian selanjutnya dapat ditentukan jumlah source dari koordinat yang
diberikan oleh client. Biasanya untuk source pada 2D hanya ada pada SP
ganjil. Akan tetapi apabila medan yang akan dilewati tidak memungkinkan
diproduksi SP ganjil (seperti perkampungan, sungai, dan sebaginya)
maka dibuat SP genap untuk kompensasi SP yang hilang, sehingga jarak
antara SP normal dengan SP kompensasi menjadi 30 m. Secara geometrik
perbedaan antara seismik 3D dan 2D terletak pada penempatan source dan
trace. Untuk 2D source dan trace terletak pada satu line, sedangkan
pada 3D source dan trace terletak pada line yang berbeda, di mana
terdapat Source Line (SL) dan Receiver Line (RL).
Untuk optimalisasi
pengukuran maka awal pengukuran (start line) tidak dilakukan di awal
atau akhir line. Hal ini disebabkan belum tersedianya akses menuju awal
atau akhir line. Untuk mengatasi hal tersebut maka ada beberapa cara
yang dilakukan, di antaranya:
1. Pengukuran traverse. Pengukuran
ini pada dasarnya adalah membuat suatu poligon terikat sempurna dari
titik-titik GPS yang sudah diamati, di mana titik tersebut dijadikan
kontrol. Penempatan titik-titik traverse ditempatkan sepresisi mungkin
dengan perpotongan line, untuk memudahkan start line.
2. Translock
koordinat. Pada prinsipnya proses ini sama dengan pengikatan ke muka
pada poligon, di mana ditentukan 2 buah titik GPS yang sudah fix untuk
dijadikan titik ikat dalam menentukan titik translock.
Sebelum
melakukan pengukuran topografi, terlebih dahulu dilakukan koordinasi
dengan departemen maupun sub pekerjaan yang lain, terutama yang waktu
pekerjaannya berdekatan dengan pengukuran topografi, seperti rintis,
bridging dan drilling. Hal ini dilakukan supaya tidak terjadi
“kejar-kejaran” waktu pekerjaan apalagi sampai terjadi overlap waktu
pekerjaan. Setelah didiskusikan maka dibuat program dari pengukuran
topografi, yang selanjutnya akan diikuti oleh rintis, bridging,
drilling, dan recording. Departemen Topo juga melakukan pendampingan
terhadap departemen yang lain seperti penjelasan akses lokasi,
eksistensi patok-patok trace dan Sp, sampai terjadinya offset dan
kompensasi.
Secara teknis sebelum melakukan pengukuran stake out,
maka terlebih dahulu dilakukan pengukuran sunshot untuk medefinisikan
azimuth awal dari titik start line. Selanjutnya dilakukan pengukuran
stake out, di mana koordinat teoritik yang sudah ada dan dimasukkan pada
memory alat dan “dipanggil” untuk menentukan koordinat trace dan shoot
point di lapangan. Titik-titik trace dan shoot point ditentukan dari
titik-titik ikat poligon yang sudah fix atau dengan kata lain
titik-titik poligon ini adalah titik-titik kerangka dasar utama. Pada
sesi akhir pengukuran dilakukan kembali sun shot sebagai kontrol azimuth
akhir. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya distorsi dari line
yang diukur.
Selanjutnya
pada waktu pengukuran ketika terjadi perpotongan antar line (crossing)
maka pengukuran diikatkan pada titik fix line tersebut. Hal ini
dilakukan untuk memperoleh koordinat titik-titik ikat tersebut melalui
proses perataan. Sedangkan pada proses stake out koordinat seismik 3D
pengukuran dilakukan dari start line yang kemudian diikatkan dalam 1
blok, untuk mendapatkan koordinat titik-titik blok dari tiap loop.
Blok-blok ini biasanya dipisahkan atas beberapa swath sesuai dengan
banyaknya SL dan RL. Biasanya lebar blok ini disesuaikan dengan
ketelitian jarak. Jadi, setiap ketelitian tutupan blok berbanding
terbalik dengan jaraknya, di mana apabila jarak blok panjang maka
koreksinya kecil, sedangkan apabila jarak blok pendek, maka koreksinya
besar. Sebisa mungkin blok ini menutup pada tiap-tiap ujung SL dan RL
supaya koordinat titik-titik blok yang dihasilkan lebih bagus.
Pada
waktu pengukuran dilakukan juga penanaman BM seismik. BM ini dibuat
untuk merekonstruksi titik-titik line yang dibutuhkan ataupun ketika ada
program pengembangan survei. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan
dalam penentuan BM seismik ini adalah:
- Distribusi BM merata (mengcover) keseluruhan line.
- Akses jalan menuju BM.
-
Melakukan pensosialisasian kepada masyarakat sekitar bahwasannya BM
tersebut sangat penting dan tidak boleh diganggu, bahkan kalau perlu
diberikan sanksi apabila ada yang mengganggu.
Hal lain yang tak kalah
penting pula adalah dalam hal pemasangan. BM seismik dipasang
berpasangan, baik itu dengan BM GPS maupun dengan sesama BM seismik
sendiri. Hal ini dilakukan untuk pendefinisian datum apabila akan
dilakukan rekonstruksi.
Sumber : http://irwanunimal.blogspot.com/2011/07/pengukuran-topografi.html